Proses Pembentukan Undang-Undang di Parlemen
Proses Pembentukan Undang-Undang di Parlemen

Proses Pembentukan Undang-Undang di Parlemen

Proses Pembentukan Undang-Undang di Parlemen – Undang-undang adalah dasar hukum tertulis yang mengikat seluruh warga negara. Di Indonesia, proses pembentukan undang-undang bukanlah hal yang sembarangan. Proses ini melibatkan lembaga legislatif (DPR), eksekutif (Presiden), dan dalam beberapa kasus, DPD. Proses pembentukan undang-undang di parlemen dilakukan dengan cermat, melalui tahapan resmi sesuai UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya.

Memahami proses ini penting agar masyarakat mengetahui bagaimana suatu kebijakan hukum nasional lahir dan diberlakukan secara sah.

Proses Pembentukan Undang-Undang di Parlemen

Proses Pembentukan Undang-Undang di Parlemen
Proses Pembentukan Undang-Undang di Parlemen

Siapa yang Berwenang Membentuk Undang-Undang?

Sesuai Pasal 20 Undang-Undang Dasar 1945, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memiliki fungsi legislatif, yaitu membentuk undang-undang bersama Presiden. Artinya, meskipun usulan bisa datang dari siapa saja yang diberi kewenangan, pengesahan undang-undang tetap harus melalui persetujuan DPR dan Presiden.

Pihak yang bisa mengusulkan Rancangan Undang-Undang (RUU), antara lain:

  • DPR (oleh anggota, komisi, atau gabungan fraksi)

  • Presiden

  • Dewan Perwakilan Daerah (DPD), khusus untuk bidang tertentu seperti otonomi daerah dan hubungan pusat-daerah


Tahapan Proses Pembentukan Undang-Undang

Proses pembentukan undang-undang secara umum terbagi menjadi tiga tahap besar:

1. Perencanaan

Pada tahap ini, semua RUU yang akan dibahas disusun dalam daftar yang disebut Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Prolegnas ditetapkan oleh DPR dan Pemerintah sebagai daftar prioritas legislasi tahunan dan jangka menengah.

Perencanaan bertujuan agar pembentukan UU tidak asal-asalan dan sesuai kebutuhan hukum nasional.

2. Penyusunan RUU

Setelah masuk Prolegnas, maka RUU mulai disusun. Ada dua jenis:

  • RUU Inisiatif DPR: Disusun oleh anggota DPR melalui alat kelengkapan dewan seperti komisi atau Badan Legislasi.

  • RUU Inisiatif Pemerintah: Disusun oleh kementerian teknis, kemudian diajukan oleh Presiden ke DPR.

  • RUU Usul DPD: DPD dapat mengajukan RUU tertentu yang menjadi wewenangnya, walau pembahasan tetap dilakukan oleh DPR.

RUU yang sudah disusun dilengkapi naskah akademik, yaitu penjelasan ilmiah mengenai latar belakang dan urgensi dari RUU tersebut.

3. Pembahasan

Tahap pembahasan dilakukan oleh DPR bersama Presiden dan/atau perwakilannya (biasanya menteri terkait). Pembahasan dilakukan dalam dua tingkat:

a. Tingkat I:
  • Rapat kerja antara Komisi DPR dan Pemerintah

  • Diskusi pasal per pasal

  • Dapat dihadiri DPD bila RUU berkaitan dengan kewenangan mereka

  • Bisa melibatkan publik melalui uji publik atau RDP (rapat dengar pendapat)

b. Tingkat II:
  • Pengambilan keputusan di rapat paripurna DPR

  • Jika disetujui, RUU menjadi Undang-Undang yang disahkan bersama

4. Pengesahan

Setelah disetujui bersama, Presiden wajib mengesahkan RUU tersebut menjadi Undang-Undang dengan menandatangani dalam waktu maksimal 30 hari. Jika tidak ditandatangani, RUU tersebut tetap sah secara hukum dan berlaku sebagai undang-undang.

UU yang telah disahkan akan diumumkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Keterlibatan Publik dalam Pembentukan UU

Salah satu prinsip penting dalam demokrasi adalah keterbukaan. Oleh karena itu, dalam proses pembentukan undang-undang, masyarakat dapat ikut serta melalui:

  • Uji publik atau forum diskusi terbuka

  • Penyampaian aspirasi ke anggota DPR

  • Petisi, opini, dan kampanye sosial di ruang publik

  • Audiensi atau RDP dengan DPR

Mekanisme ini dimaksudkan agar undang-undang yang lahir benar-benar mencerminkan kehendak rakyat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.


Contoh Undang-Undang dan Prosesnya

Misalnya, pembentukan Undang-Undang ITE dimulai dari usulan Pemerintah (Kementerian Kominfo), masuk dalam Prolegnas, lalu dibahas bersama DPR, melalui tahapan konsultasi publik, uji materi naskah akademik, hingga akhirnya disahkan dan diumumkan dalam lembar negara.

Contoh lainnya adalah pembahasan RUU KUHP, yang prosesnya melibatkan diskusi panjang karena menyangkut banyak pasal yang bersinggungan dengan HAM dan moralitas publik.


Tantangan dalam Pembentukan Undang-Undang

Meski sudah ada mekanisme formal, proses pembentukan UU tidak lepas dari berbagai tantangan:

  • Kurangnya partisipasi publik dalam tahap awal

  • Proses pembahasan yang tergesa-gesa

  • Minimnya transparansi dan akses informasi

  • Lobi politik dan tarik menarik kepentingan

  • Potensi pasal bermasalah yang multitafsir

Tantangan ini harus diatasi dengan penguatan prinsip akuntabilitas, keterbukaan, dan partisipasi.


Penutup: Undang-Undang yang Baik, Demokrasi yang Kuat

Proses pembentukan undang-undang di parlemen adalah wujud nyata dari demokrasi konstitusional. Melalui tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, hingga pengesahan, sebuah kebijakan hukum menjadi sah dan mengikat seluruh warga negara. Masyarakat perlu memahami proses ini agar dapat mengawasi, berpartisipasi, dan memastikan bahwa undang-undang yang dilahirkan berpihak pada keadilan dan kebaikan bersama.

Demokrasi yang sehat hanya bisa dibangun dengan undang-undang yang lahir dari proses yang transparan, partisipatif, dan bertanggung jawab.