Prosedur Pembuatan Undang-Undang di Indonesia
Prosedur Pembuatan Undang-Undang di Indonesia

Prosedur Pembuatan Undang-Undang di Indonesia

Prosedur Pembuatan Undang-Undang di Indonesia – Indonesia sebagai negara hukum menempatkan undang-undang (UU) sebagai salah satu instrumen tertinggi dalam sistem peraturan perundang-undangan. Undang-undang tidak hanya menjadi dasar hukum dalam menjalankan pemerintahan, tetapi juga menjamin hak dan kewajiban warga negara.

Namun, apakah masyarakat umum memahami bagaimana prosedur pembuatan undang-undang di Indonesia dijalankan? Artikel ini akan mengupas secara lengkap tahap demi tahap proses legislasi yang berlangsung di parlemen Indonesia.

Prosedur Pembuatan Undang-Undang di Indonesia

Prosedur Pembuatan Undang-Undang di Indonesia
Prosedur Pembuatan Undang-Undang di Indonesia

Lembaga yang Berwenang Membuat Undang-Undang

Berdasarkan UUD 1945 Pasal 20, kekuasaan untuk membentuk undang-undang berada di tangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Namun, proses pembentukan undang-undang juga melibatkan Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif.

Pihak yang berhak mengajukan rancangan undang-undang (RUU) antara lain:

  • Presiden

  • DPR

  • Dewan Perwakilan Daerah (DPD), terbatas untuk hal tertentu


Tahapan Prosedur Pembuatan Undang-Undang

Pembuatan undang-undang di Indonesia dilakukan melalui beberapa tahapan yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Berikut tahapan-tahapannya:


1. Perencanaan

Tahapan pertama adalah perencanaan. Pemerintah dan DPR menyusun Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sebagai daftar prioritas undang-undang yang akan dibahas.

Prolegnas disusun secara tahunan dan jangka menengah oleh:

  • DPR (melalui Badan Legislasi/Baleg)

  • Pemerintah (melalui Kementerian Hukum dan HAM)

  • DPD untuk hal tertentu

Prolegnas bertujuan agar proses legislasi lebih terarah, transparan, dan efisien.


2. Penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU)

Setelah RUU masuk dalam Prolegnas, tahap selanjutnya adalah penyusunan naskah akademik dan draf RUU oleh pihak pengusul.

  • Jika diajukan Presiden, maka penyusunannya dilakukan oleh kementerian terkait dan dikoordinasikan oleh Kementerian Hukum dan HAM.

  • Jika diajukan DPR, maka disusun oleh anggota DPR atau komisi yang bersangkutan.

  • Jika dari DPD, maka untuk materi tertentu seperti otonomi daerah, perimbangan keuangan pusat-daerah, dan lainnya.

Naskah akademik adalah dokumen ilmiah yang menjelaskan latar belakang, tujuan, serta dampak dari RUU.


3. Pembahasan

Tahap pembahasan dilakukan bersama antara DPR dan Presiden, biasanya melalui wakil pemerintah (menteri terkait).

Proses pembahasan meliputi:

  • Pembacaan nota pengantar oleh pengusul

  • Penyampaian pandangan fraksi di DPR

  • Pendapat pemerintah jika RUU berasal dari DPR

  • Pembahasan bersama dalam panitia kerja atau rapat komisi

  • Penyempurnaan naskah RUU berdasarkan hasil diskusi

Tahapan ini adalah tahapan paling krusial karena melibatkan perdebatan, revisi pasal, bahkan penarikan RUU jika dianggap belum layak.


4. Pengesahan

Jika pembahasan selesai dan disetujui bersama oleh DPR dan Presiden, maka RUU masuk ke tahap pengesahan. Prosesnya adalah sebagai berikut:

  • RUU dikirim ke Presiden untuk disahkan menjadi undang-undang

  • Presiden memiliki waktu 30 hari untuk mengesahkan RUU dengan menandatangani dokumen tersebut

Jika dalam waktu 30 hari Presiden tidak menandatangani, RUU tersebut tetap sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.


5. Pengundangan dan Penomoran

Undang-undang yang telah disahkan wajib diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia oleh Menteri Hukum dan HAM.

Pengundangan bertujuan agar undang-undang:

  • Resmi berlaku

  • Diketahui publik

  • Dapat diterapkan oleh lembaga penegak hukum

UU yang telah diundangkan akan mendapatkan nomor dan tahun, serta diberi judul resmi.


Mekanisme Khusus: Peran DPD dalam Legislasi

DPD dapat mengajukan RUU kepada DPR, tetapi tidak memiliki kewenangan untuk ikut serta dalam proses pengesahan. Peran DPD terbatas pada pengajuan dan memberikan pertimbangan terhadap RUU tertentu, yaitu:

  • Otonomi daerah

  • Hubungan pusat dan daerah

  • Pembentukan dan pemekaran wilayah

  • Pengelolaan sumber daya alam dan ekonomi


Prinsip-prinsip dalam Pembentukan Undang-Undang

Agar undang-undang yang dihasilkan berkualitas dan berpihak kepada rakyat, pembentukannya harus memenuhi prinsip-prinsip berikut:

  • Keterbukaan: proses dilakukan secara transparan dan melibatkan partisipasi publik

  • Keadilan: menjamin perlakuan yang sama bagi semua warga negara

  • Kepastian hukum: undang-undang harus jelas, tidak multitafsir, dan mudah dipahami

  • Kesesuaian hierarki hukum: tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945 atau peraturan di atasnya

  • Dapat dilaksanakan: substansi undang-undang harus realistis dan bisa diterapkan


Tantangan dalam Proses Legislasi

Meskipun sudah memiliki prosedur yang baku, proses pembuatan undang-undang sering kali menghadapi tantangan, antara lain:

  • Minimnya partisipasi publik

  • Lemahnya naskah akademik

  • Tekanan politik dalam pembahasan

  • Pembahasan tergesa-gesa (UU disahkan terlalu cepat)

  • Kurangnya evaluasi terhadap implementasi undang-undang sebelumnya

Untuk itu, perlu penguatan kualitas legislasi melalui reformasi hukum dan pengawasan publik yang lebih aktif.


Penutup: Undang-Undang untuk Keadilan dan Kepastian

Prosedur pembuatan undang-undang di Indonesia merupakan sistem yang kompleks dan melibatkan banyak pihak. Tujuannya bukan hanya membuat aturan, tetapi mewujudkan keadilan sosial, perlindungan hukum, dan kesejahteraan rakyat.

Agar undang-undang benar-benar berpihak kepada kepentingan masyarakat luas, maka keterlibatan publik, transparansi, dan profesionalisme dalam proses legislasi adalah mutlak diperlukan.

Sebagai warga negara, kita tidak hanya tunduk pada hukum, tetapi juga berhak mengawasi dan berpartisipasi dalam pembentukannya.